بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Selamat Membaca

Tata Cara Melaksanakan Sholat Kusuf (Gerhana Matahari)

Image result for Shalat Kusuf (Gerhana Matahari)

     Tata Cara Melaksanakan Sholat Kusuf (Gerhana Matahari) adalah sebagai berikut :

PERTAMA

     Sholat dua rakaat sebagaimana sholat biasa, boleh dilakukan sendiri-sendiri, tetapi lebih utama dilakukan secara berjamaah.

KEDUA
  1. Sholat dua rakaat dengan 4 kali rukuk, dan 4 kali sujud, yakni pada rakaat pertama sesudah rukuk dan i'tidal membaca surah Al-Fatihah lagi, kemudian terus rukuk sekali lagi dan i'tidal lagi, kemudian terus sujud sebagaimana bisa.
  2. Pada rakaat kedua juga dilakukan seperti pada rakaat yang pertama. Dengan demikian shalat gerhana itu semuanya ada 4 rukuk, 4 Al-Fatihah dan 4 sujud.
  3. Bacaan Al-Fatihah dan surah dalam gerhana matahari tidak dinyaringkan. Dan dalam membaca surah pada tiap-tiap rakaat disunnahkan membaca surah-surah yang panjang.
  4. Jika sholat gerhana itu dikerjakan seperti shalat biasa dua rakaat dengan dua rukuk, maka tidak ada halangan, yakni cukup sah pula.
     Adapun Niat Sholat Kusuf (Gerhana Matahari) adalah


Pengertian Sholat Kusuf (Gerhana Matahari)

Pengertian Sholat Kusuf (Gerhana Matahari)

Image result for Shalat Kusuf (Gerhana Matahari)


     Sholat Kusuf (Gerhana Matahari) adalah sholat sunnah yang dilakukan saat terjadinya gerhana matahari. Hukum melaksanakan sholat ini adalah Sunnah Muakkad (Sunnah yang sangat Dianjurkan). Waktu pelaksanaan sholat ini yaitu dari timubul gerhana itu sampai matahari kembali sebgaimana biasanya, atau sampai terbenam.

     KLIK DISINI

Toleransi Hasan Al-Bashri Bertetangga Dengan Orang Nasrani



     Kekaguman para sahabat dan murid-muridnya tak menggetarkan pribadi Hasan Al-Bashri untuk tetap hidup penuh kesederhanaan. Di rumah susun yang tidak terlalu besar ia tinggal bersama istri tercinta. Di bagian atas adalah tempat tinggal seorang Nasrani. Kehidupan berumah tangga dan bertetangga mengalit tenang dan harmonis meski diliputi kekurangan menurut ukuran duniawi.

     Di dalam kamar Hasan Al-Bashri selalu terlihat ember kecil penampung tetesan air dari atap kamarnya. Istrinya memang sengaja memasangnya atas permintaan Hasan Al-Bashri agar tetesan tidak meluber. Hasan Al-Bashri rutin mengganti ember itu tiap kali penuh dan sesekali mengelap sisa percikan yamg sempat membasahi ubin.

     Hasan Al-Bashri tidak pernah niat memperbaiki atap itu. "Kita tidak boleh mengusik tetangga", dalihnya. Jika dirunut, atap kamar Hasan Al-Bashri tak lain merupakan ubin kamar mandi seorang Nasrani, tetangganya. Karena ada kerusakan, air limbah dari kamar mandi merembes ke dalam kamar Sang Imam tanpa mengikuti saluran yamg tersedia.

     Tetangga Nasrani itu tidak bereaksi apa-apa tentang kejadian ini karena Hasan Al-Bashri sendiri belum pernah mengabarinya. Hingga suatu ketika si tetangga menjenguk Hasan Al-Bashri yang tengh sakit dan menyaksikan sendiri cairan najis kamar mandinya menimpa ruangan Hasan Al-Bashri.

     "Imam, sejak kapan engkau bersabar dengan semua ini", tetangga Nasrani tampak menyesal. Hasan Al-Bashri hanya terdiam memandang, sambil melempar senyum pendek.

     Merasa tak ada jawaban tetanggga Nasrani pun setengah mendesak. "Tolong katakan dengan jujur, wahai Imam, ini demi melegakan hati kami".

     Dengan suara berat Hasan Al-Bashri menimpali, "Dua puluh tahun yang lalu".

     "Lantas mengapa engkau tidak memberitahuku?"

     "Memuliakan tetangga adalah hal yang dianjurkan. Nabi kami mengajarkan, 'Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakan lah tetangga'. Anda adalah tetangga saya," tukasnya lirih.

     Tetangga Nasrani itu seketika mengucapkan dua kalimat Syahadat.

Syarat agar Sedekah diterima

Image result for sedekah


     Sedekah merupakan amal shaleh yang terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bersedekah juga merupakan hal yang dapat melindungi seseorang dari azab pada hari kiamat kelak. Sungguh besar sekali manfaat bersedekah apabila melakukannya dengan berharap mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT, bukan karena mengharapkan pujian di mata manusia.

Supaya sedekah yang akan kita keluarkan tidak sia-sia dan mendapatkan berkah di mata Allah SWT, ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika hendak bersedekah, di antaranya:

  1. Ikhlas dalam bersedekah
        Seseorang harus ikhlas niat karena Allah semata dalam bersedekah dan mencari keridhaan-Nya serta kedekatan di sisi-Nya, baik sedekah wajib maupun sedekah sunnah (mustahab). Apabila keikhlasan tidak ada, maka sedekah akan batal dan menggugurkan pahalanya. Jangan bersedekah dengan tujuan riya’ dan sum’ah bahkan untuk menyombongkan diri kepada orang lain. Orang seperti ini akan disiksa pada hari kiamat dengan siksa yang sangat berat.

    Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang pertama kali dipanaskan dengan (tubuh) mereka api Neraka pada hari kiamat ada tiga golongan…” Kemudian beliau berkata, ”Dan dihadirkan orang yang bersedekah,” sampai dengan sabda Nabi, “Allah berkata: ‘Engkau berdusta. Sesungguhnya engkau bersedekah agar dikatakan dermawan. Begitulah (kenyataan) yang telah dikatakan…,” (HR. Muslim (1095) dari Abu Hurairah ra).
  2. Mempelajari kewajiban-kewajiban dalam bersedekah 
         Seorang yang akan bersedekah harus mempelajari sedekah-sedekah yang diwajibkan atas dirinya, mempelajari ukuran-ukurannya dan kepada siapa sedekah itu harus diberikan, serta hal-hal yang akan meluruskan ibadahnya tersebut. Hal ini dilakukan sebelum ia melakukan sedekah, walaupun ia harus bertanya kepada orang yang ahli ilmu tersebut. Sebab, ia tidak akan terhitung melaksanakan kewajiban dalam ibadah hingga ia melakukannya sesuai dengan yang disyari’atkan Allah SWT. Selain itu, agar tidak mengeluarkan sesuatu jenis harta yang tidak wajib dikeluarkan zakatnya atau ia tidak memberikannya kepada orang yang tidak berhak menerimanya.
  3. Tidak menunda-nunda sedekah yang wajib hingga keluar waktunya
         Jika seorang Muslim sudah wajib mengeluarkan atas hartanya, tanamannya, perniagaannya atau yang lainnya dari harta sedekah yang wajib, maka ia wajib mengeluarkannya tepat pada waktunya. Tidak boleh menundanya tanpa adanya udzur yang syar’i.
  4. Mendahulukan sedekah yang wajib daripada yang Mustahab (sunnah)
         Seorang Muslim harus mengeluarkan zakat yang wajib terlebih dahulu pada saat tiba waktunya daripada sedekah yang mustahab (sunnah). Sebab, menunaikan sedekah yang wajib termasuk rukun Islam. Allah SWT tidak akan menerima amalan-amalan sunnah hingga ia mengamalkan amalan wajib. Amal yang disukai Allah untuk mendekatkan diri kepada-Nya adalah dengan menunaikan kewajiban yang disebutkan dalam hadits qudsi, “… dan tidakkah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai daripada apa-apa yang telah aku wajibkan atasnya…,” (telah disebutkan takhrij-nya).
  5. Mengeluarkan zakat dari jenis-jenis harta yang telah ditentukan syari’at apabila telah wajib atasnya
         Apabila sudah jatuh kewajiban kepada seorang Muslim untuk mengeluarkan sedekah (zakat) atas barang tertentu secara syar’i dan sesuai syari’at yang telah ditentukan. Misalnya zakat fitrah yang telah diwajibkan oleh Rasulullah SAW yaitu satu sha’ gandum/burr atau satu sha’ kurma atau satu sha’ sya’ir (jewawut) atau sejenisnya, maka seharusnya seorang Mukmin mengeluarkan zakat harta-harta yang telah disebutkan oleh Rasulullah SAW atau hal-hal yang disebutkan dalam nash tersebut. Jangan mengeluarkan pengganti selainnya atas dasar ijtihad sendiri.

         Mengeluarkan jenis-jenis harta yang telah disebutkan dalam syari’at akan menjauhkan seorang Muslim dari perselisihan-perselisihan pendapat fiqih tentang barang yang digunakan sebagai penggantinya, apakah boleh atau tidak. Sebab, tidak ada orang yang mengatakan bahwasanya jenis-jenis harta yang dikeluarkan menurut ketetapan syari’at tidak sah. Namun, yang menjadi khilaf (perbedaan pendapat) adalah harta jenis lain, apakah sah atau tidak.
  6. Hendaklah sedekah itu dari hasil yang baik
         Bersedekahlah dari harta yang halal karena itu merupakan sebab diterimanya sedekah dan akan menghasilkan pahala. Sebagaimana sabda Nabi SAW, “Tidaklah seseorang bersedekah dengan harta yang baik, dan Allah tidak akan menerima kecuali yang baik-baik, melainkan Allah akan mengambil dengan tangan kanan-Nya. Jika itu berupa sebutir kurma, niscaya ia akan tumbuh di telapak tangan Allah SWT sehingga menjadi lebih besar daripada gunung. Sebagaimana seseorang di antara kamu menyemai benihnya atau memelihara anak unta,” (HR. Ahmad (II/538), an-Nasa-i (V/57), at-Tirmidzi (661) dan ia berkata “Hasan Shahih”. Dan Ibnu Majah (1842) dari Abu Hurairah ra).
  7. Memberikan sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan
         Hendaklah orang-orang yang bersedekah berusaha memberikan sedekahnya kepada orang-orang yang berhak menerimanya, seperti fakir, miskin, anak yatim, janda, orang yang terlilit utang dan orang yang berhak menerima sedekah lainnya. Jangan memberikannya kepada orang yang ia ketahui tidak membutuhkannya. Apabila hendak mengeluarkan sedekah sunah maka dianjurkan mendahulukan orang yang pantas menerimanya. Sebab, sedekah itu akan menjaga mereka dari perbuatan yang haram untuk mendapatkan sesuap nasi atau yang lainnya. Allah SWT telah menjelaskan jenis-jenis orang yang menerima zakat.

    “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,” (QS. At-Taubah [9]:60).
  8. Mengeluarkan harta yang terbaik dalam bersedekah
         Jangan dengan sengaja seseorang mengeluarkan barang-barang atau makanan yang buruk untuk disedekahkan, atau memilih harta-harta yang buruk dalam bersedekah. Namun hendaknya pilihlah sesuatu yang baik dan bagus. Demikian juga apabila mampu, maka berikanlah yang paling bagus karena pada hakikatnya ia menyerahkannya untuk dirinya di sisi Allah SWT. Allah SWT berfirman:

    “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji,” (QS. Al-Baqarah [2]:267).
  9. Bersedekah dengan apa-apa yang Allah SWT cintai

       
    Jika seorang hamba mampu bersedekah dengan sesuatu yang ia cintai dari harta, makanan atau yang sejenisnya, maka ia akan mendapatkan pahala yang lebih besar dari Allah SWT.

    Allah SWT berfirman:
    “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya,” (QS. Ali-Imran [3]:92).

    Oleh karena itu, ‘Abdullah bin Uma ra, apabila datang kepada beliau seorang peminta-minta, maka ia akan memerintahkan keluarganya untuk memberikannya gula karena ia menyukai gula. Demikianlah, hendaklah orang-orang yang suka berbuat baik segera berlomba-lomba melakukannya.
  10. Tidak menggunakan sedekah dengan mengungkit-ungkit dan menyakiti orang yang menerima sedekah

         
    Tidak boleh seseorang mengungkit-ungkit sedekah kepada orang yang menerimanya atau merendahkannya dengan sedekah, atau menyebutkan kebaikan-kebaikan atau jasa-jasa yang telah ia berikan kepadanya. Sebab, hal itu dapat melukai perasaan orang yang menerimanya dan dapat menghapus (pahala) sedekah, sebagaimana firman Allah SWT:

    “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir,” (QS. Al-Baqarah [2]:264).

    Juga dalam firman Allah SWT:
    “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati,” (QS. Al-Baqarah [2]:262).
  11. Mengagumi nikmat-nikmat Allah SWT dan mensyukurinya
         Wajib bagi orang yang bersedekah agar merenungi nikmat Allah SWT atas dirinya ketika bersedekah. Sebab, Allah telah menjadikannya kaya dan membuatnya tidak menerima sedekah. Allah SWT menjadikannya tangan di atas. Allah SWT menjadikannya orang yang memberi bukan menerima. Yang demikian termasuk nikmat Allah atas dirinya sehinga ia harus mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah SWT kepadanya.
  12. Hendaklah orang yang bersedekah tidak memandang dirinya berjasa atas orang-orang yang menerima sedekahnya
         Seseorang yang telah memberikan sedekah harusnya memandang semua itu sebagai karunia Allah SWT karena Dialah yang memberikan dan melimpahkan harta tersebut kepadanya. Bahkan, seorang Mukmin yang bijak akan melihat bahwasanya orang fakir itulah yang telah mencurahkan karunia kepadanya. Sebab, orang fakir menerima sedekahnya sehingga memberikan kesempatan baginya untuk menerima pahala dari Allah SWT.
  13. Tidak mengurungkan niat bersedekah karena keraguan terhadap orang yang menerimanya
         Apabila seorang yang bersedekah ragu terhadap orang yang menerima sedekahnya, tidak juga bisa memastikan apakah ia benar-benar fakir atau tidak maka janganlah membuatnya tidak jadi bersedekah. Sebab, pada dasarnya ia mengharapkan pahala dari Allah SWT dari sedekahnya. Hal ini kerap kali terjadi. Selama ia bersungguh-sungguh memberikan sedekah kepada yang berhak dan besar sangkaannya bahwa orang yang dimaksud berhak menerimanya, maka berikanlah sedekah itu.

Pengertian Sholat Idul Adha



A. DEFINISI SHALAT IDUL ADHA

     Shalat Idul Adha adalah shalat yang diadakan pada Hari Raya Idul Adha yang jatuh pada 10 Dzulhijjah yang bertepatan dengan ibadah haji di Makkah Al-Mukarramah dan kerena itu disebut juga dengan Hari Raya Haji atau Hari Raya Qurban kerena disunnahkan berkurban bagi yang mampu.

B. DALIL DASAR IDUL ADHA

- QS Al-Kautsar :2 فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ menurut sebagian ulama tafsir, shalat yang dimaksud adalah shalat hari raya.

- Hadits Bukhari dan Muslim

أُمِّ عَطِيَّةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْها قَالَتْ : أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ ، فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ . قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِحْدَانَا لا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ . قَالَ : لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا .

Artinya: Ummu Atiyyah berkata: Rasulullah menyuruh kami perempuan untuk keluar di Idul Fitri dan Idul Adha. Baik wanita yang baru balig, wanit` sedang haid dan wanita perawan. Sementara orang yang haid dipisahkan dari (tempat) shalat. Agar mereka dapat menyaksikan kebaikan dan doa umat Islam." Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, ada di antara kami yang tidak mempunyai jilbab." Beliau mengatakan, "Sebaiknya saudara perempuannya memberinya jilbab." 

- Hadits sahih dalam kitab Sahihul Jamik {أفضل أيام الدنيا أيام العشر
Artinya: Sebaik-baik hari dunia adalah hari kesepuluh

- Hadits sahih menurut Tirmidzi riwayat ahlussunan: {أفضل الأيام عند الله يوم النحر ثم يوم القَرّ
Artinya: Hari paling utama di sisi Allah adalah hari raya Qurban kemudian hari Qarr atau hari kesebelas Dzulhijjah.


C. HUKUM SHALAT IDUL ADHA

     Shalat Idul Adha hukumnya sunnah. Ia merupakan bagian penting dari perayaan hari raya Idul Adha. 


Baca juga :

TATA CARA MELAKSANAKAN SHALAT IDUL ADHA
Semoga Bermanfaat